Saya pernah ke beberapa psikiater dan beberapa psikolog/terapis. Di post ini, saya ceritakan psikiater yang pernah saya datangi dulu ya. Ada beberapa psikiater lain yang saya datangi hanya sekali, tapi saya tidak punya cukup materi untuk ditulis, alias ya gitu aja gitu, ke dokter, cerita, dikasi obat, selesai. Ada satu dokter yang bener-bener buat saya nyaman untuk bicara, tapi somehow kok ya ngga merasa klik gitu, jadi saya tidak include juga di sini.
Now, this is my list:
- Albert Maramis; psikiater terlama saya, mungkin 3 tahun lebih yang rutin (well, ngga rutin banget sih, salah satu symptom saya adalah ga bisa tepatin schedule). Saya di-refer ke dokter ini oleh psikoterapis saya, yang mengenalnya karena sama-sama di WHO (tepatnya apa saya lupa sih, tapi seingat saya berhubungan dengan tsunami Aceh). Tempat prakteknya ketika itu dekat dengan tempat tinggal saya dan saya cocok-cocok aja sih dengan dokter ini. Sejak saya mengandung Kakak, saya berusaha menghindari obat-obatan anti depresan dan frekuensi kunjungan saya pun turun drastis. On dan off obat ini sebenarnya berbahaya (saya tau kemudian). Saya beruntung bahwa semuanya (sepertinya) baik-baik saja. Dokter ini praktek di MMC dan Mitra Keluarga Bekasi. Di MMC harus dengan perjanjian. Saya bisa kontak dokter ini langsung lewat WA kalau ada yang urgent (no HP-nya dikasi sejak konsul pertama, mungkin case by case juga sih ya) sehingga jadwal konsul juga bisa diatur sesuai jadwal kerja saya. Helpful dan baik hati sekali dokter ini. Pernah sekali waktu saya benar-benar perlu bantuan dan tight up sekali di kantor. Beliau bersedia loh konsul di luar jam praktek biasa (dan saya tau belakangan kalau beliau hanya datang ke rumah sakit untuk konsul saya).
- Andri; psikiater pertama saya setelah kembali ke tanah air. Saya dengar namanya dari Kaskus. Iya, Kaskus, karena dokter ini aktif menjawab di forum di Kaskus yang berkaitan dengan mental health. Salut, sungguh, ada dokter baik hati begini (walaupun memang sambil mempromosikan klinik tempat dia bekerja, tapi sangat membantu sih advice-nya) di tengah minimnya informasi dan support buat mental health di tanah air saat itu. Saya hanya sekali konsul ke dokter ini, lebih karena tempat prakteknya di Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera terlalu jauh ke tempat tinggal saya saat itu.
- Gina Anindyajati; dengar nama dokter ini dari founder-nya facebook group Motherhope Indonesia (MHI). Saya akan cerita tentang komunitas ini lebih lengkap nanti ya. Jadi, dokter ini ikut bantuin di MHI. Ketika itu saya sudah tidak pernah ke psikiater lagi, full sudah tidak dibantu obat dan hanya mengandalkan mindfulness dan support system saya (suami, anak-anak, teman-teman, dan co-worker). Hanya saja, berdasarkan pengamatan saya terhadap diri sendiri, saya merasa sedang di titik (hampir) relapse. Saya japri founder-nya MHI untuk minta rekomendasi psikiater perempuan (entah kenapa saya prefer psikiater perempuan, mungkin karena sudah emak-emak?) yang prakteknya dekat kantor saya, supaya gampang cusss di tengah tumpukan pekerjaan. Seingat saya, hanya sempat konsul 3 atau 4 kali dengan dokter ini, lalu saya tenggelam lagi dalam kesibukan (dan kemalasan ke dokter). Di pertemuan terakhir saya diresepkan anti depresan dan frisium, tapi entah kenapa saya juga tidak minum (bandel, I know, not the best example). Dokter ini praktek di Angsa Merah Clinic.
- Lydia Heryanto; my current doc. Saya relaps lagi setelah mulai kuliah saya, mungkin trigger-nya adalah overwhelmed karena tertinggal kuliah sebulan lebih karena study leave saya memang baru keluar sebulan setelah kuliah dimulai. Saya minta dispensasi ketika jam kuliah tapi tak diberi. Nasib pegawai rendahan. Anyways, saya relaps setelah UTS. Dokter terdekat dengan rumah saya sekarang salah satunya adalah dokter ini, di Eka Hospital BSD. Random browsing dan lihat dokter ini aktif juga di Into the Light, komunitas semacam support group untuk orang dengan suicidal tendencies.
Segitu dulu sih, saya cenderung loyal sama psikiater saya haha. Ngga ding. Pengobatan depresi itu jangka panjang, 6 bulan minimal. Jadi ya kalau tidak fatal, usahakanlah tidak ganti-ganti dokter supaya pengobatannya juga berkesinambungan dengan bener. Gitulah kira-kira kata-kata kurang jelas saya.