Angry Mama

Ada saat-saat saya benar-benar tidak bisa menahan kemarahan saya. Ada luapan yang tiba-tiba meledak right there and then. Meledak begitu hebat karena sebab yang sangat sepele sebenarnya, kalau dipikir-pikir. Sayangnya, ketika kemarahan itu meletus, saya tidak mampu berpikir.

Baru saja saya meledak karena anak-anak saya habis main air di teras dan basah kuyup dan hanya mau dimandikan oleh saya. Saya sedang tenggelam dalam pekerjaan saya, sedang berayun dengan keasyikan saya bekerja. Rasanya jengkel sekali bahwa Bapake dengan senang hati memanggil saya memandikan mereka dengan alasan mereka hanya mau dimandikan oleh saya. Saya pun mandikan mereka, tapi dengan kemarahan yang meluap-luap. Bentakan pun terjadi bertubi-tubi.

Apakah anak-anak saya salah? Tentu tidak. Apakah saya salah? Tentu saja. Dan saya pun menjadi ibu terburuk abad ini. Di tengah kemarahan saya, Kakak mengucapkan kalimat ini berkali-kali: Kakak sayang Mama. Kakak sayaaaang sama Mama. Mama, Kakak sayang Mama.

Lalu Bapake segera mengambil alih anak-anak.

Saya sudah beberapa kali mencoba cari tau, apakah luapan marah bak banjir bandang Jakarta setelah hujan deras itu adalah tanda relaps-nya depresi saya?

Healthline.com bilang bahwa penderita depresi mungkin akan cenderung menunjukkan kemarahan secara agresif (atau dengan kekerasan) kepada orang-orang yang disayanginya, misalnya pasangan. Atau dalam kasus saya, anak-anak saya. Selama ini, artikel populer semacam inilah yang menjadi referensi saya.

Saya coba mencari tau artikel ilmiah di jurnal Q1 (kata dosen saya, penting ini Q1) tentang hubungan antara kemarahan dan depresi. Beberapa yang saya temukan adalah Simon and Lively, 2010 (Sex, Anger and Depression, Social Forces) yang menyimpulkan bahwa “kemarahan yang intense dan persisten pada wanita memegang peranan penting pada tingginya jumlah wanita yang menjadi penderita depresi”.  Begley, 1994 (Expressed and Suppressed Anger as Predictors of Health Complaints, Journal of Organizational Behaviour) meneliti beberapa pemilik/manajer pada UKM dan menemukan kaitan antara kemarahan yang ditahan maupun yang ditunjukkan dengan depresi.

Artinya, ada kaitan dengan letupan kemarahan itu dengan depresi saya.

Yang saya lalukan saat ini adalah menjauh dari semua orang, duduk di meja saya dan mulai menulis. Lalu berdoa, bersyukur atas keluarga kecil yang menyayangi saya walaupun saya adalah penderita depresi yang ngga juga baik-baik saja. Lalu saya mau ke Alfamart depan kompleks, ketemu matahari dan mentraktir diri sendiri. Karena saya berharga, walaupun tidak sempurna.

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *